Sebelum Viagra muncul – dan lalu menggemparkan dunia lelaki – di Jawa khususnya, dikenal adanya “obat” yang mempunyai khasiat yang homogen dengan Viagra ini. Itulah sebabnya ketika Viagra melejit, Purwoceng lalu juga “ngetop” dengan sebutan Viagra Jawa.
Namun dikala itu, Purwoceng memang masih kalah pamor dengan “obat kuat” lainnya yang lebih dikenal, ibarat pasak bumi atau ginseng korea.
Dan ketika gres ngetop itulah, orang seolah gres terbuka matanya, “ lho, ternyata di Jawa ada obat berpengaruh yang tak kalah hebatnya...”
Purwoceng sendiri awalnya ditemukan di Pegunungan Alpen di Swiss, pada ketinggian sekitar 2.000-3.000 meter di atas permukaan laut.
Karena itulah nama Latin dari Purwoceng yang semula disebut dengan Pimpinella pruacan, lalu “direvisi” menjadi Pimpinella alpina.
Untuk di Indonesia, Purwoceng semula ditemukan tumbuh liar di tempat Dieng, juga pada ketinggian 2.000-3.000 m dpl.
Namun berdasarkan data dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan pada tahun 1987, Purwoceng telah menyebar ke aneka macam daerah terutama di Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Jawa Barat. Selain di Dieng, Purwoceng contohnya juga ditemukan tumbuh di pegunungan Iyang, Jawa Timur yang dikenal dengan nama Suripandak Abang.
Dan juga di Gunung Tengger dengan sebutan Gebangan Depok.
Sedangkan berdasarkan Wahyuni et al. (1997), menyatakan bahwa purwoceng sanggup tumbuh di luar habitatnya ibarat di Gunung Putri Jawa Barat dan bisa menghasilkan benih untuk materi konservasi.
Purwoceng sendiri sebetulnya termasuk flora langka.
Karena kelangkaannya inilah, problem kebijaksanaan daya Purwoceng pernah diteliti oleh Ireng Darwati, mahasiswa S3 kegiatan studi Agronomi Institut Pertanian Bogor (IPB) untuk disertasinya yang berjudul “Kultur Kalus dan Kultur Akar Rambut Purwoceng untuk Menghasilkan Metabolit Sekunder dan Harapan untuk Pengembangan Tanaman Purwoceng di Masa Mendatang.
Saat ini Purwoceng sanggup terselamatkan dengan melaksanakan kebijaksanaan daya memakai metode kultur in vitro.
Entah bagaimana dongeng awalnya, secara tradisional di beberapa wilayah ( Jawa ) telah memanfaatkan Purwoceng sebagai ramuan obat tradisional untuk meningkatkan keperkasaan pria.
Para peneliti sendiri – meski nama latin Purwoceng berubah-ubah - mempunyai kesimpulan bahwa Purwoceng memang termasuk “tanaman obat”.
Apa sih sebetulnya “kekuatan” dan flora obat dari Purwoceng ini ?
Menurut Eni Hayani dan May Sukmasari pernah menguraikan bahwa seluruh penggalan dari flora Purwoceng sanggup dipakai sebagai obat tradisional, terutama pada penggalan akarnya akar.
Menurut Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan 1987, akar Purwoceng memilki sifat diuretika dan sanggup dimanfaatkan sebagai Aprosidiak.
Tanaman yang mempunyai khasiat aprosidiak biasanya mengandung senyawa-senyawa turunan saponin, alkaloid, tanin, dan senyawa-senyawa lain yang mempunyai kegunaan sebagai penguat badan serta memperlancar peredaran darah.
Karena itu pula Purwoceng juga sanggup dimanfaatkan sebagai obat atau ramuan untuk menambah atua meningkatkan stamina. Yang dalam sebagai bahasa sederhana sebagai “obat kuat”.
Dan hal ini memang telah dibenarkan oleh adanya penelitian ( medis ) modern.
Misalnya, akar flora purwoceng sehabis diteliti ternyata memang mengandung turunan dari senyawa sterol, saponin dan alkaloida (Caropeboka dan Lubis, 1985).
Sedangkan berdasarkan Sidik, et al. (1985) menyampaikan bahwa pada akar purwoceng mengandung turunan senyawa kumarin yang sanggup dipakai dalam industri obat modern, namun bukan untuk aprodisiak ( obat berpengaruh ) melainkan untuk anti bakteri, anti fungi dan anti kanker.
Kemudian Hernani dan Yuliani (1990), menyatakan bahwa bahan aktif purwoceng terbanyak terletak pada penggalan akarnya.
Meski hasil penelitian para andal menyatakan manfaaat yang berbeda dari flora Purwoceng – ( dan bisa jadi semuanya juga benar ) – Purwoceng telah terlanjur dikenal sebagai “obat berpengaruh “ atau Viagra Jawa. Karena itulah flora yang sebetulnya langka ini menjadi semakin terkenal dan “diburu” orang untuk dimanfaatkan khasiat aprodisiak-nya.
Sehingga flora ini lalu menjadi satu komoditas yang sangat laris dijual dengan harga yang menggiurkan.
Yuhono, 2004 menyatakan bahwa potensi flora Purwoceng memang sangat besar, tetapi masih terkendala oleh langkanya penyediaan benih dan keterbatasan lahan yang sesuai untuk flora tersebut. Dan juga pengadaannya memerlukan waktu.
Lihat juga :
Apa Sih Bergotong-Royong “Kekuatan” Dan Manfaat Dari Tanaman Purwoceng ?
4/
5
Oleh
tess